BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kasus
pembunuhan di Eropa lebih sering terjadi dengan senjata tajam daripada kasus
pembunuhan di Amerika Serikat yang
biasa menggunakan senjata api. Pada penelitian di Dallas,
Amerika Serikat, menunjukkan bahwa dari 630 kematian akibat trauma benda tajam
90 % adalah kasus pembunuhan, 7,5 % karena bunuh diri dan 3,5 % karena
kecelakaan. Di Jerman 376 kematian akibat trauma tajam yang terjadi menunjukkan
bahwa 80% merupakan kasus pembunuhan, 17% bunuh diri dan 3% diantaranya adalah
kecelakaan.1
Trauma
tajam adalah sebuah trauma yang diakibatkan oleh senjata atau benda – benda
yang memiliki tepi yang tajam atau runcing (seperti pisau, gunting dan kaca).2 Putusnya atau
rusaknya kontinuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata
tajam dan atau berujung runcing pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang
disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.3
Pengertian trauma dari aspek medikolegal
sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau
perlukaan adalah hilangnya diskontunuitas dari jaringan. Dalam pengertian
medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya orang yang sehat, tiba – tiba
terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan
kecederaan. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat
keterangan suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseorang.4
Berbeda
dengan pelayanan luka untuk penyembuhan, untuk VeR (Visum et Repertum) dokter
melayaninya untuk kepentingan medikolegal. Dokter memeriksa dan merekam dengan
teliti semua penemuan dan yang didapatinya dan memberikan pendapat tentang
hubungan sebab akibat, karena pemeriksaan yang menyeluruh akan menentukan
proses hukum dipengadilan nanti.4
1.1
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior di Departemen
Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.2
Manfaat
Adapun
manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan, baik bagi
penyusun maupun pembaca, tentang luka tusuk serta aspek medikolegal yang
berhubungan dengan luka tusuk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka tusuk merupakan trauma yang
diakibatkan benda tajam (trauma tajam).1
Luka tusuk ini terjadi akibat tusukan benda tajam
dengan arah kurang lebih tagak lurus terhadap kulit.5 Lebar luka yang
ditimbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari kedalaman luka
tusuk. Luka tusuk diakibatkan oleh suatu gerakan aktif maju yang cepat atau
suatu dorongan pada tubuh dengan sebuah alat yang ujungnya tajam.6
2.2 Karakteristik luka tusuk
a)
Kedalaman luka
Pemakaian istilah ‘luka penetrasi’
ditunjukkan untuk menjelaskan dimana dalaman luka yang diakibatkan oleh benda
itu melebihi lebar luka yang tampak pada permukaan kulit.1,2 Dalamnya luka sulit
ditentukan pada daerah tanpa tulang seperti di daerah abdomen oleh karena elastisitas
dinding perut tersebut.5
Panjang saluran luka atau kedalaman
luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Umumnya
dalam luka lebih pendek dari panjang senjata, karena jarang ditusukan sampai
kepangkal senjata.4
b)
Lebar luka
Kebanyakan luka tusuk akan menganga
– bukan karena sifat benda yang masuk tetapi sebagai akibat elastisitas dari
kulit.1
Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar berupa tulang atau serat
otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti kurva. Lebar luka penting
diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar
alat. Lebar luka di permukaan kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi
bila luka melintang terhadap otot.4
Bila luka masuk dan keluar melalui
alur yang sama maka lebar luka sama dengan lebar alat. Tetapi sering yang
terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke samping waktu menusuk
dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau yang masuk kejaringan dengan
posisi yang miring. 4
c)
Bentuk luka
Bentuk luka merupakan gambaran yang
penting dari luka tusuk karena karena hal itu akan sangat membantu dalam membedakan
berbagai jenis senjata yang mungkin telah dikumpulkan oleh polisi dan dibawa
untuk diperiksa. Pinggir luka
dapat menunjukan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul)
dari pisau berpinggir tajam satu sisi. Pisau dengan kedua sisi tajam akan
menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam 4
Gambar 1. Pisau bermata satu yang ditusukan dengan kedalaman yang berbeda – beda) 7
Perlu diingat bahwa benda lain yang
dapat menembus tubuh, seperti pahat, obeng atau gunting, akan menyebabkan perbedaan
bentuk luka yang kadang-kadang berbentuk segi empat atau, yang lebih jarang,
berbentuk satelit.
Gambar 2. Menunjukan gambaran tusukan
berbagai jenis obeng
Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk
atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak
begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk,
yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui
saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran
biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih
dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk
kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang
terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk
kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka
menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan
lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk
yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan,
sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar
saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar.
Harus
diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat
autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan
oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat
autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau
bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang
perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada
saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk
menentukan jenis senjata yang digunakan.
2.3 Pemeriksaan luka tusuk
Pada pemeriksaan luka ada dua tipe
luka oleh karena instrumen yang tajam yang perlu diperhatikan dengan baik dan
memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban yaitu tanda percobaan dan
luka perlawanan.
Keduanaya mempunyai bentuk, letak dan medikolegal. ”tanda percobaan” adalah
insisi dangkal, luka tusuk dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana
bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak
dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya
antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun
jarang sekali dilaporkan.1,4
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.1
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.1
Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus
berdasarkan penemuan dan tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau
keluarga. Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan :4
a.
Jumlah luka
b. Lokasi
luka
c. Arah
luka
d. Ukuran
luka (panjang, lebar dan dalam)
e.
Memperkirakan luka sebagai
penyebab kematian korban atau bukan.
f.
Memperkirakan cara terjadinya luka
apakah kasus pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan.
Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerah –
daerah yang berdekatan dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu,
misalnya garis tengah tubuh, ketiak, puting susu, pusat, persendian dan lain –
lain.4
Bentuk luka sebaiknya dibuat dalam
bentuk sketsa atau difoto untuk menggambarkan kerusakan permukaan kulit,
jaringan dibawahnya, dan bila perlu organ dalam (viseral). Diukur secara tepat
(dalam ukuran millimeter atau centimeter) tidak boleh dalam ukuran kira – kira
saja.4
2.4
Kualifikasi luka
Dalam membuat kesimpulan luka
sebaiknya dokter juga menentukan derajat
keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka.
Yang diharapkan dari dokter untuk dapat membantu kalangan hukum dalam menilai
berat ringannya luka yang dialami korban pada waktu atau selama perawatan
dilakukannya.4
Kualifikasi luka yang dapat dibuat
oleh dokter adalah menyatakan pasien mengalami luka ringan , sedang atau berat. Yang dimaksud dengan
luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata
pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari –hari. Sedangkan luka berat harus
di disesuaikan dengan ketentuan undang– undang yaitu yang diatur dalam KUHP
pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka antara luka ringan dan luka berat.4
KUHP
Pasal 90; luka berat berarti:4
a)
Jatuh sakit atau
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut,
b) Tidak
mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.
c) Kehilangan
salah satu panca indera
d) Mendapat
cacat berat.
e)
Menderita sakit lumpuh
f)
Terganggunya
daya pikir selama empat minggu lebih
g)
Gugur
atau matinya kandungan seorang perempuan.
Kualifikasi di atas secara
terperinci dapat di bagi dalam empat kualifikasi derajat luka, yaitu : 5
1.
Orang yang bersangkutan
tidak menjadi sakit atau tidak mendapat halangan dalam melakukan pekerjaan atau
jabatan.
2. Orang
yang bersangkutan menjadi sakit dan tidak ada halangan untuk melakukan
pekerjaan atau jabatannya
3. Orang
yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan pekerjaan atau
jabatannya.
4. Orang
yang bersangkutan mengalami :
-
Penyakit atau luka yang
tidak ada harapan untuk sembuh.
-
Dapat mendatangkan
bahaya maut.
-
Tidak dapat menjalankan
pekerjaan
-
Tidak dapat menggunakan
salah satu panca indra
-
Terganggu pikiran lebih
dari 4 minggu
-
keguguran
Hal ini
perlu dipahami oleh dokter karena ini merupakan jembatan untuk menyampaikan
derajat kualifikasi luka dari sudut pandang medik untuk penegak hukum.4
Penerapan
penyampaian pendapat dokter dalam VeR tentang luka yang menimbulkan bahaya
maut, misalnya bila seorang korban mendapat luka di perut yang mengenai hati,
yang menyebabkan perdarahan hebat sehingga dapat mengacam jiwa. Walaupun pasien
akhirnya sembuh tetapi di dalam VeR dokter dapat menggambarkan keadaan ini
dalam kata – kata, “ korban mengalami luka tusuk di perut mengenai jaringan
hati yang menyebabkan perdarahan banyak yang dapat mengancam jiwa pasien”.
Ungkapan ini akan mengingatkan para penegak hukum bahwa korban telah mengalami
luka berat.4
2.5
Penyebab kematian
Penyebab kematian dapat terjadi
segera atau langsung, tetapi perlukaan dapat juga menyebabkan kematian secara
tidak langsung. Penyebab kematian langsung dapat berupa : 4
1.
Perdarahan luas (syok
hipovolemik)1,4
dan banyak dapat terjadi di dalam rongga tubuh atau di luar rongga tubuh. Volume darah ada kira – kira 7
-10 % atau 1/13 berat badan. Kehilangan 1/3 bagian dari volume darah tubuh
secara tiba- tiba dapat menyebabkan kematian. Kehilangan darah yang demikian
ini mengakibatkan syok dan meninggal bila tidak dilakukan penanganan yang tepat
dan cepat, sedangkan kehilangan darah secara perlahan - lahan tidak begitu membahayakan oleh karena tubuh
dapat mengkompensasinya. Perdarahan di dalam rongga tubuh dapat kita jumpai
pada luka tusuk yang mengenai organ – organ dalam seperti jantung, paru – paru,
hati dan limpa. kalau dijumpai lebih dari satu luka, maka harus ditentukan yang
mana yang menyebabkan kematian korban.4
2.
Luka pada organ vital. Bila yang terluka
adalah organ vital, seperti jantung, paru, limpa, hati, ginkal, pembuluh darah
besar akan menyebabkan kematian lebih cepat. Perdarahan pada kantung
pericardium sebanyak 300- 400 cc telah dapat menyebabkan kematian karena
terjadi tamponade jantung. Demikian juga darah sejumlah 200 – 300 cc yang
menyumbat saluran pernafasan dapat menyebabkan kematian karena asfiksia.1,4
Kematian yang timbul dalam jangka
waktu yang lama, yang bukan primer oleh karena lukanya, disebut penyebab
kematian secara tidak langsung. Yang termasuk hal – hal ini adalah :1,4
1.
Inflamasi dari organ –
organ dalam tubuh, seperti meningitis, encephalotos, pleuritis dan peritonitis.
2. Infeksi
sepsis dari luka yang dapat mengakibatkan septicemia dari luka lama yang tidak
sembuh dan luka ini bisa primer ataupun sekunder.
3. Gangren
atau nekrosis sebagai akibat kerusakan jaringan – jaringan dan pembuluh darah.
4.
Trombosis pada pembuluh
darah vena dan emboli yang terjadi akibat immobilisasi.
2.6
Aspek medikolegal
Dalam
melakukan pemeriksaan terhadap korban hidup
atau meninggal yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan
untuk dapat memberikan kejelasan
mengenai jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan/senjata atau benda
yang menyebabkan luka, dan derajat luka.8
Pada
penentuan luka secara medikolegal seperti pada tindakan bunuh diri, pembunuhan
atau kecelakaan dapat ditentukan dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan
korban. Aspek yang harus diperhatikan dalam kasus bunuh diri dan pembunuhan :4
a) Bunuh diri
Pada
pemeriksaan luka dengan teliti sering didapatkan satu atau lebih luka lebih
dangkal dan berjalan sejajar disekitar luka utama, luka tersebut adalah “luka
percobaan.” Selain dada dalam hal ini daerah jantung maka pada daerah perut
yang biasanya di daerah lambung, adalah merupakan daerah – daerah yang sering
dipilih korban untuk kasus – kasus bunuh diri. Dengan adanya senjata yang
tergenggam erat “cadaveric spasm”
hamper dapat ditentukan dengan pastikan bahwa korban telah melakukan bunuh
diri.8
b) Pembunuhan
Jumlah
luka umumnya lebih dari satu, tidak mempunyai lokasi atau tempat khusus,
seringkali didapati luka-luka yang didapat sewaktu korban mengadakan perlawanan
- “luka perlawanan”.8
BAB
III
KESIMPULAN
Luka tusuk
merupakan trauma yang diakibatkan benda tajam (trauma tajam). Lebar luka yang
ditimbulkan pada kulit jarang sekali memberikan gambaran dari kedalaman luka
tusuk. Luka tusuk diakibatkan oleh suatu gerakan aktif maju yang cepat atau
suatu dorongan pada tubuh dengan sebuah alat yang ujungnya tajam.
Berbeda dengan
pelayanan luka untuk penyembuhan, untuk VeR (Visum et Repertum) dokter
melayaninya untuk kepentingan medikolegal. Dokter memeriksa dan merekam dengan
teliti semua penemuan dan yang didapatinya dan memberikan pendapat tentang
hubungan sebab akibat, dalam pemeriksaan, interpretasi
luka harus berdasarkan penemuan dan tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan
pasien atau keluarga karena akan menentukan proses hukum dipengadilan nanti.
Dalam
melakukan pemeriksaan terhadap korban hidup
atau meninggal yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan
untuk dapat memberikan kejelasan
mengenai jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan/senjata atau benda
yang menyebabkan luka, dan derajat luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shkrum
MJ, Ramsay DA. Penetrating Trauma, Sharp-Force Injuries In Forensic Pathology
of Trauma Common Proplems for Pathologist. Humana Press. 2007 p 357 - 397
2.
James-payne J, Vanezis P. Sharp and cutting Edge Wounds. Encyclopedia of
Forensic and Legal Medicine; Elsevier academic Press. 2005: p 123 - 129
3. Apuranto,
Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at :
www.fk.uwks.ac.id/elib/.../luka%20akibat%20benda%20tajam.pdf [cited : Juli
2011]
4. Amir, Amri. Trauma Mekanik. Dalam. Ilmu Kedokteran
Forensik. Edisi Kedua Medan: Percetakan Ramadhan. 2005; IV: 72 - 90.
5. Amir, Amri. Traumatologi. Dalam. Ilmu Kapita Selekta
Ilmu Kedokteran Forensik. Medan:. 2000;: 107 – 109.
6. Dix
J, Calaluce R. Guide to Forensic Pathology. New York: CRC Press. 1999; 71 - 76
7. Anonim. Assessing
Stab Wounds - Type of Weapon Involved. Available from : URL: http://www.
forensicmed.co.uk [cited : Juni 2011]
8. Idries
AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997;
85-129.